Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan mengingatkan pemerintah agar menyiasati kelebihan pasokan listrik PLN ( over supply ) sebagai dampak dari adanya megaproyek 35 GW. Meskipun menyisakan beberapa pertanyaan dan kendala atas kelebihan pasokan ini, sejatinya menjadi berkah di tengah ancaman krisis energi global. Pemerintah mesti menjadikan ini sebagai momentum transisi energi ke energi yang lebih hijau dan bersih ( green and clean energy ) dan berbasis domestik. Wacana transisi energi dengan memprioritaskan energi baru dan terbarukan (EBT) perlu dieksekusi lebih serius dan terarah. “Saya kira kelebihan pasokan listrik yang sejatinya ada mismatch antara perencanaan dan pelaksanaan proyek menjadi berkah di tengah krisis energi yang terjadi di berbagai negara. Target pertumbuhan ambisius 7 s/d 8 persen yang dicanangkan pemerintah ternyata melesat, karena realisasi permintaan listrik rendah dan pertumbuhan ekonomi melambat bahkan terkontraksi. Fakta ini harus mendorong pemerintah untuk serius melaksanakan transisi energi, meningkatkan porsi bauran EBT,” ujar Politisi Senior Partai Demokrat ini.
Sebagaimana diketahui, pada tahun 2021, realisasi bauran EBT hanya mencapai 11,5 persen. Hal ini masih sangat jauh dari target sebagaimana yang diatur dalam PP 79/2014, bahwa pada tahun 2025 setidaknya porsi EBT sebesar 23 persen dan pada 2050 setidaknya 31 persen. Sejalan dengan ketentuan Perpres 112/2022, Pasal 3 ayat (3) mengamanatkan pemerintah menyusun peta jalan percepatan pengakhiran operasional PLTU. Ini berarti, energi bersih dan hijau memang tren dan keharusan global. Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini menegaskan energi terelektrifikasi menjadikan peran PLN menjadi kian strategis. Ini akan sebanding dengan beban kinerja dan kemestian peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM. PLN harus punya rencana kerja yang lebih terarah, sistematis, dan berkelanjutan memanfaatkan momentum kelebihan pasokan listrik ini. "Artinya, tantangan bauran EBT harus segera dikejar. Jika kita kehilangan momentum, maka “berkah” kelebihan pasokan ini menjadi tidak berarti, rasio bauran energi akan tetap rendah, ketahanan energi menjadi kian rapuh," ujarnya.
“Saya kira kita mesti memanfaatkan keadaan yang ada sebaik mungkin. Sumber daya energi potensial yang melimpah, terutama potensi EBT di berbagai wilayah harus digenjot sesegera dan semasif mungkin. Ini bukan saja perkara tren global, namun juga fakta energi berbasis fosil semakin minim dan mahal," lanjutnya. "Langkah terbaik adalah mengerahkan segenap daya upaya untuk meningkatkan kemandirian energi nasional. Tantangan dan gejolak geoenergi semakin tidak berkepastian, ancaman krisis energi akan terus membayangi, dan kita harus berpijak pada sumber daya yang kita miliki sendiri,” tutup Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.